Daily Devotion Alive and transformed
Matius 1:20 “Tetapi ketika ia mempertimbangkan maksud itu,
malaikat Tuhan nampak kepadanya dalam mimpi dan berkata: “Yusuf, anak Daud,
janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di
dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus.”
Sejauh mana kita mampu taat kepada Tuhan? Adalah mudah bagi
kita untuk mengucapkan ketaatan lewat kata-kata, tetapi reaksi kita ketika
berhadapan dengan situasi sulit akan menentukan sejauh mana bukti dari ketaatan
kita. Semakin sulit keadaan, maka ujian ketaatan kita pun akan makin tinggi
pula tingkatannya.
Alkitab mencatat begitu banyak kisah tokoh-tokoh yang telah
membuktikan sendiri bagaimana ketaatan tanpa syarat mereka dalam situasi dan
kondisi seperti apapun kemudian menghasilkan buah yang manis pada akhirnya,
salah satunya Yusuf.
Menjelang Natal pikiran kita biasanya akan segera mengingat
Yesus, dan itu sama sekali tidak salah, sebab kelahiran Yesus yang
menyelamatkan kita lewat karya penebusanNya sesuai dengan apa yang dikehendaki
Allah-lah yang memang kita peringati dalam perayaan Natal. Tetapi kita jangan
sampai pula melupakan Yusuf, suami Maria
dan ayah Yesus di dunia ini. Ia juga merupakan seseorang yang sangat istimewa.
Bayangkan Allah sampai mempercayakan Yusuf untuk membapai Yesus di dunia. Yesus
tinggal bersamanya, diberi makan dan dibesarkan olehnya, dan itu bukanlah tugas
biasa. Tanggungjawab yang diemban Yusuf sesungguhnya sangat besar.
Dalam Injil Matius pasal 1 kita mendapati kisah awal
kelahiran Yesus Kristus. “Pada waktu
Maria, ibu-Nya, bertunangan dengan Yusuf, ternyata ia mengandung dari Roh
Kudus, sebelum mereka hidup sebagai suami isteri.” (Matius 1:18). Lihatlah
ketika mereka belum menikah, ternyata Maria sudah mengandung. Siapa yang ia
kandung adalah Yesus, dan bukan bayi manusia. Artinya Maria tidak berselingkuh
dan bersetubuh dengan siapa-siapa. Tetapi tetap saja, Maria tengah mengandung.
Bisa dibayangkan bagaimana perasaan Yusuf yang harus
menghadapi gunjingan orang-orang yang melihat hal itu. Jika kita ada
diposisinya, bisakah kita tetap berpikir positif dan tidak terburu-buru
memutuskan hubungan?
Meski sempat terpikir olehnya untuk memutuskan
pertunangannya, tetapi ia tetap tidak ingin Maria mendapat malu di muka umum.
Ia masih berpikir untuk menjaga perasaan Maria yang ia cintai. Dan Alkitab
mencatat sikap Yusuf itu sebagai “seorang yang tulus”. (ay 19). Apa yang
terjadi kemudian?
Malaikat pun mendatanginya dalam mimpi. “Tetapi ketika ia mempertimbangkan maksud
itu, malaikat Tuhan nampak kepadanya dalam mimpi dan berkata: “Yusuf, anak
Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang
di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus.” (ay 20). Dan selanjutnya
malaikat utusan Tuhan berkata “Ia akan
melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah
yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka.” (ay 21). Yusuf bisa
saja dengan mudah menolak untuk percaya. Apa yang bisa diharapkan dari sebuah
mimpi? Kita bisa berpikir seperti itu. Namun Yusuf tidaklah demikian. Inilah
reaksi Yusuf: “Sesudah bangun dari
tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu
kepadanya. Ia mengambil Maria sebagai isterinya, tetapi tidak bersetubuh dengan
dia sampai ia melahirkan anaknya laki-laki dan Yusuf menamakan Dia Yesus.” (ay
24-25).
Dalam kebimbangan dan kebingungan tentang apa yang sedang
terjadi, Tuhan berbicara kepada Yusuf untuk menentramkan hatinya yang sedang
galau.
Yusuf bisa saja bereaksi negatif, karena sesuai dengan
logika manusia manapun apa yang ia dengar dari Maria dan malaikat lewat mimpi
tentu tidak masuk akal. Tetapi Yusuf memutuskan untuk taat, meski situasi yang
ia alami sama sekali tidak mudah.
Selanjutnya kita melihat lagi bukti ketaatan Yusuf. Setelah
Yesus lahir, malaikat kembali menampakkan diri lewat mimpinya lalu berkata: “Bangunlah, ambillah Anak itu serta
ibu-Nya, larilah ke Mesir dan tinggallah di sana sampai Aku berfirman kepadamu,
karena Herodes akan mencari Anak itu untuk membunuh Dia.” (Matius 2:13).
Yusuf belum tahu rencana Herodes pada waktu itu, dan tentu berat baginya untuk
membawa istri dan bayi Yesus pergi ke tanah asing yang jauh. Tetapi lagi-lagi
Yusuf menunjukkan kepatuhannya. Tanpa banyak tanya ia pun segera memboyong
istri dan sang Anak untuk pergi ke Mesir, malam itu juga. (ay 24). Ketaaatan
luar biasa dari Yusuf membuktikan mengapa Allah mempercayai dirinya untuk
dititipkan Sang Penebus sejak dari bayi hingga dewasa. Kepercayaaan Tuhan itu
sama sekali tidak ia sia-siakan. Yusuf taat sepenuhnya terhadap apapun yang
Tuhan perintahkan dan katakan, tidak peduli seberapa sulitnya situasi yang ia
hadapi.
Ketika banyak orang menjalankan ketaatannya tergantung
situasi dan kondisi, hanya mau taat ketika hidup sedang baik tetapi segera
bersungut-sungut bahkan meninggalkan Tuhan ketika keadaan tidak juga membaik,
menjelang Natal tahun ini marilah kita merenungkan dan meneladani bentuk
ketaatan Yusuf yang tanpa syarat.
Ia sepenuhnya taat menuruti apapun yang dikatakan atau
perintahkan Tuhan tanpa banyak tanya. Inilah bentuk ketaatan yang seharusnya
dimiliki oleh anak-anak Tuhan. Tuhan rindu untuk mempercayakan kita terhadap
hal-hal besar, tetapi dari sisi kita dituntut untuk memiliki ketaatan yang
sepenuhnya. Bahkan dikatakan bahwa ketaatan bisa menjadi persembahan dan korban
yang harum bagi Allah. “Sebab itu jadilah
penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih dan hiduplah di dalam
kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah
menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi
Allah.” (Efesus 5:2).
Natal hampir tiba, inilah saatnya bagi kita untuk
memperbaharui sikap hati kita dan hubungan kita dengan Allah. Kita bisa mulai
dengan menjalankan ketaatan yang jauh lebih baik dari sebelumnya lewat
keteladanan yang kita lihat dari Yusuf.
Ketaatan tidak tergantung dari situasi dan kondisi yang kita
hadapi.
have a blessed weekend !
No comments:
Post a Comment