WAHYU 8:1 Dan ketika Anak Domba itu membuka meterai yang ketujuh, maka sunyi senyaplah di sorga, kira-kira setengah jam lamanya.
Pernahkah saudara berada dalam situasi dan kondisi sunyi
senyap? Bagaimana rasanya? Suasananya seperti mencekam, tegang, dan waspada.
Sewaktu pandemic Covid merebak, pemerintah Singapore segera mengambil tindakan,
untuk semua pegawai kantor, diminta untuk bekerja dari rumah. Shopping mall
tutup. Sewaktu kejadian itu, saya sempatkan diri pergi ke Shopping area,
Orchard. Suasana Orchard yang biasa ramai dengan turis, pengunjung, serta
kegiatan, saat itu benar-benar sunyi. Tidak ada manusia yang berkeliaran, semua
toko tutup. Saya berjalan, seperti suasana perang, tidak ada satu orangpun,
serta suasananya jadi mencekam.
Sewaktu SMP, saya diajar oleh seorang guru Bahasa Indonesia
yang sangat galak dan suka marah-marah. Kalau dia marah dan sedang “murka”
semua siswa terdiam. Biasanya setelah dia marah, dia berhenti sejenak. Saat dia
diam, dan kami semua diam, suasana menjadi tegang, dan tidak nyaman. Tidak ada
satu suara terdengar, bahkan desah napas pun tidak. Itu suasana sangatlah
mencekam.
Suasana Surga yang biasanya ada penyembahan, sukacita, akan
memasuki satu kejadian dimana Surga akan hening sejenak. Mengapa? Apa yang
terjadi?
Dalam PL, sunyi senyap tidak selalu menandai keengganan
orang untuk bicara, tetapi bisa berarti kebisuan orang yang gentar di hadapan
murka Allah (Mzm. 31:18; Yes. 47:5). Di hadapan kekudusan Allah, semua makhluk
khususnya manusia harus berdiam diri (Hab. 2:20; Mzm. 37:7; Zak. 2:13).
Dampaknya seisi surga sunyi senyap. Kapan itu terjadi? Ketika meterai ketujuh
dibukakan. Meterai ketujuh itu identik dengan tujuh sangkakala yang setiap kali
ditiup menimbulkan berbagai wujud murka Allah yang menghancurkan jagat raya yang
cemar dosa ini. Boleh jadi, hal ini menandakan murka Allah terakhir yang kelak
digambarkan secara terbatas oleh berbagai petaka di bumi saat ini. Di hadapan
puncak murka Allah itulah, seisi surga sunyi senyap karena gentar.
Murka Allah bukan hanya bersumber pada keadilan dan
kekudusan-Nya. Murka-Nya berkaitan dengan doa-doa para orang kudus. Doa mereka
yang tertindas, doa yang memohon keadilan Allah. Doa-doa dan dupa penyembahan
kepada Allah itulah yang meledak bak halilintar dan gempa bumi ketika
dilemparkan ke bumi (Why. 8:5). Doa bukan hal sepele. Ia alat anugerah Allah
bagi umat-Nya. Melalui doa Allah memelihara umat-Nya dan menghakimi dunia ini.
Setengah jam sunyi senyap di surga ketika meterai terakhir
dibuka tidak boleh dihitung dengan menit dan detik, melainkan murni adalah gaya
bahasa.
Saat Surga hening, terdiam sesaat, itu terjadi karena penghuni Surga, para malaikat mengetahui bahwa hari murka Allah segera datang. Allah yang penuh rahmat dan kasih mengambil langkah dalam keadilan dan kekudusanNya untuk menghakimi bumi. Murka Allah bukan karena Allah tidak bisa mengendalikan emosi, tetapi ini berbicara mengenai keadilan Allah. kok bisa Allah murka? Bukankah Allah itu kasih, penyanyang dan penuh rahmat? Yaa Allah itu kasih, penuh kasih, penyayang, tetapi jangan lupa pula Allah itu Adil dan Kudus, dimana dosa harus dihukumkan.
Allah itu adil dan benar. Kalau saat ini saudara mengalami
ketidakadilan, difitnah, ditipu, mengalami banyak aniaya, sabarlah, waktunya
tiba penghakiman Allah akan segera datang.
Allah masih menahan murkaNya untuk dapat menyelamatkan
manusia. Sama seperti perumpamaan tuan yang ingin menyabit lalang diantara
gandum. Sang Tuan menahan dirinya, menanti sampai gandum tersebut masak,
barulah dia akan menyabit dan membakar lalang.
Jangan menganggap ringan akan kemurahan hati Allah. Dosa
akan segera dihukum, karena itu kalau masih bermain-main dengan dosa, segeralah
tinggalkan sebelum murka Allah datang.
Have a blessed day !
Terimakasih Pak Yacub. Tuhan Yesus Memberkati.
ReplyDeleteGod bless you pak Yakub 🙏
ReplyDelete