SUKACITA SEJATI – 03
Bersukacitalah
senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah! Filipi 4:4
Sukacita merupakan salah satu sifat buah Roh (Galatia
5:22-23). Itu berarti sukacita merupakan ciri khas (trademark) orang Kristen.
Orang Kristen yang kehilangan sukacita kehilangan sesuatu yang sangat berarti,
yaitu hakekat kekristenan itu sendiri.
Surat Filipi ditulis oleh Paulus saat berada di dalam
penjara. Berada dalam kekangan jeruji besi tentu bukanlah hal yang
menyenangkan, apalagi ia dipenjara bukan karena melakukan suatu pelanggaran
hukum tetapi oleh karena iman. Namun, dalam kondisi tersebut Paulus malah
menasihati jemaat Filipi supaya senantiasa bersukacita. Suatu hal yang
kontradiksi sekali.
Paulus paham jemaat Filipi bukanlah jemaat yang sempurna. Di
dalam keseharian, mereka menghadapi kesulitan demi kesulitan yang dapat
merenggut sukacita dari hati mereka. Ditambah lagi saat itu jemaat Filipi
menghadapi permusuhan dari luar, perselisihan di antara anggota-anggotanya (ay.
2), dan pergumulan-pergumulan lainnya. Namun demikian, Paulus tetap ingin
mereka bersukacita dalam kondisi apa pun.
Bila dalam situasi yang baik dan kondisi sukses, menikmati
sukacita adalah hal yang wajar. Namun, bagaimana kalau dalam kondisi susah?
Bagaimana jika kita sedang menghadapi persoalan, apakah kita tetap bisa
mengalami sukacita? Sukacita dipahami banyak orang diperoleh melalui situasi
dan kondisi yang menguntungkan. Karena pemahaman ini, banyak orang menjalani
hidup tidak bersukacita karena persoalan dan beratnya beban yang ditanggung.
Kata bersukacita atau chairo,
memiliki pengertian bukan sukacita yang sifatnya sementara karena situasi yang
menyenangkan atau dalam kondisi sukses. Sukacita didapat bukan dari luar,
tetapi dari dalam hati yang berasal dari Tuhan. Tuhan adalah sumber sukacita
sejati yang tidak terpengaruh oleh kondisi luar dan tidak dapat dirampas oleh
siapa pun.
Nabi Habakuk misalnya, tetap bersukacita walaupun ia belum
dapat memahami mengapa Tuhan mengijinkan
orang Kasdim (Babilonia) menyerbu bangsanya (Yehuda) dan memorak-porandakan
segalanya. Demikian pula ketika segala hasil ladang mengecewakan dan
ternak-ternak pun terhalau dari kurungan. Mengapa? Karena Habakuk menjadikan
Tuhan sendiri sebagai sumber sukacitanya (the true source of joy).
Habakuk tidak menjadikan semua materi dan harta benda yang sementara itu sebagai sukacitanya. Inilah yang Tuhan kehendaki, sehingga sekalipun segalanya Tuhan ijinkan tidak lagi menjadi milik kita, kita bisa tetap bersukacita dan mengucap syukur (Habakuk 3:17 Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, 3:18 namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku.)
Bagaimana cara mendapatkan sukacita?
Pertama, miliki relasi pribadi yang intim dengan Tuhan.
Kedua, bagikan seluruh pergumulan kita melalui doa. Saat
mengungkapkan pergumulan melalui doa, tanpa kita sadari ada sukacita dan
kekuatan yang Allah berikan mengalir melalui hidup kita.
Marilah kita menyadari bahwa sukacita sejati berasal dari
Allah. Allah bukan hanya dapat memberikan keselamatan, tetapi Dia juga berkuasa
menolong hidup kita. Bersukacitalah senantiasa karena kita memiliki Allah yang
hidup!
Have a blessed day !
No comments:
Post a Comment