Wahyu 6:11 Dan kepada mereka masing-masing diberikan sehelai jubah putih, dan kepada mereka dikatakan, bahwa mereka harus beristirahat sedikit waktu lagi hingga genap jumlah kawan-kawan pelayan dan saudara-saudara mereka, yang akan dibunuh sama seperti mereka.
Jubah putih
didalam kitab wahyu adalah berbicara tentang pakaian yang akan dikenakan warga
kerajaan Surga. Apakah nanti di Surga kita hanya mengenal satu warna saja? Kita
belum tahu.
Di Surabaya
ada satu gereja yang mengenakan pakaian saat pelayanan serba putih, bahkan
dasi, serta sepatu pendetanya pun warna putih, termasuk mobil yang dipakainya. Di
Gereja kita setiap awal bulan, pada saat perjamuan kudus, setiap pelayan Tuhan
mengenakan pakaian putih.
Anak-anak sekolah umumnya baju seragam mereka berwarna putih. Kain kafan pun berwarna putih.
Putih berbicara tentang kebersihan, tanpa noda. Jubah Putih yang diberikan oleh Tuhan kepada martir nya sebagai tanda bahwa mereka adalah warga kerajaan Surga.
Apa yang
Kitab Wahyu ajarkan tentang "Kekudusan"?
1. Kekudusan
Berasal Dari Kristus
"Dan
seorang dari antara tua-tua itu berkata kepadaku: "Siapakah mereka yang
memakai jubah putih itu dan dari manakah mereka datang?" Maka kataku
kepadanya: "Tuanku, tuan mengetahuinya." Lalu ia berkata kepadaku:
"Mereka ini adalah orang-orang yang keluar dari kesusahan yang besar; dan
mereka telah mencuci jubah mereka dan membuatnya putih di dalam darah Anak
Domba." (Wahyu 7:13-14)
Tidak ada
kekudusan di luar Kristus! Tidak ada perbuatan saleh manusia yang menjadikan
manusia suci di hadapan Allah. Kekudusan dimungkinkan karena "darah Anak
Domba", yaitu ketika kita menerima pengorbanan Yesus di atas kayu salib
yang membenarkan kita.
Akan tetapi
adalah suatu kesalahan fatal ketika menganggap bahwa manusia tidak perlu
melakukan apapun supaya kudus. Kata-kata "mereka telah mencuci jubah
mereka dan membuatnya putih di dalam darah Anak Domba" menandakan adanya
‘peran' manusia dalam hal kekudusan. Dalam hal apakah manusia ‘berperan'? Tuhan
mau manusia beriman dan bertindak untuk menerima pengorbanan Yesus, dimulai dengan
pertobatan. Kelihatannya terdengar sederhana dan gampang, namun dalam situasi
hidup hari-hari ini yang sarat dengan nilai dunia, tidak semudah yang
dibayangkan. Wahyu 9:20-21 menubuatkan datangnya masa di mana manusia tidak mau
bertobat bahkan setelah Tuhan mulai mencurahkan penghukuman-Nya atas bumi.
Betapa mengerikan!
2. Kekudusan
Terkait Dengan Gaya Hidup Kita
Kitab Wahyu
17-18 menggambarkan dengan kuat suatu masa di mana sistem dunia dan iblis,
dilambangkan dengan "Babel", yang mempengaruhi banyak otoritas di
muka bumi ini. Adopsi nilai-nilai Babel ini digambarkan sebagai tindakan
percabulan.
Pada hari
ini, tidak sulit untuk membayangkan seberapa kuat nilai-nilai dunia dan iblis
bisa mencengkeram suatu bangsa, wilayah dan penduduknya. Gaya hidup Babel, yang
adalah percabulan, baik fisik maupun rohani, telah menjadi suatu pandemi.
Wahyu 18:4:
"Lalu aku mendengar suara lain dari sorga berkata: "Pergilah kamu,
hai umat-Ku, pergilah dari padanya supaya kamu jangan mengambil bagian dalam dosa-dosanya,
dan supaya kamu jangan turut ditimpa malapetaka-malapetakanya."
Sebagai umat Tuhan, kita semua diminta untuk keluar dari: gaya hidup percabulan Babel dan segala sesuatu pilihan hidup yang menggantikan Tuhan di tempat pertama. Hidup kudus adalah sesuatu yang praktikal, ada di dalam hidup kita sehari-hari, ada di dalam pilihan gaya hidup kita: keuangan, hubungan dekat, kepemilikan materi, egosentrisme dan banyak lagi.
3. Kekudusan
Harus Diusahakan Dan Dipertahankan
Kitab Wahyu
tidak hanya menekankan peran Ilahi dalam hal kekudusan, namun di saat yang sama
juga menyebutkan adanya peran manusia untuk hidup kudus.
• Wahyu 3:5:
"Barangsiapa menang, ia akan dikenakan pakaian putih yang demikian;
Aku tidak
akan menghapus namanya dari kitab kehidupan, melainkan Aku akan mengaku namanya
di hadapan Bapa-Ku dan di hadapan para malaikat-Nya."
• Wahyu
16:15: "Lihatlah, Aku datang seperti pencuri. Berbahagialah dia, yang
berjaga-jaga dan yang memperhatikan pakaiannya, supaya ia jangan berjalan
dengan telanjang dan jangan kelihatan kemaluannya."
Perkataan:
"Barangsiapa menang, ia akan dikenakan pakaian putih" (Wahyu 3:5)
menunjukkan bahwa ada upaya manusia, yaitu menjadi menang, supaya ia tetap
kedapatan kudus dan layak menjadi penghuni sorga ("berpakaian putih").
Demikian pula perkataan: "Berbahagialah dia... yang memperhatikan
pakaiannya" menandakan peran aktif seseorang agar tetap kedapatan kudus.
Apakah dengan demikian kita semua kembali ke Hukum Taurat, harus melakukan
banyak hal terutama dalam kitab Imamat, supaya tetap murni dan tidak cemar?
TIDAK! Kekudusan yang harus diusahakan, bukan berasal dari luar ke dalam. Melainkan
dari dalam (hati) ke luar.
Biarlah mata
kita terbuka melihat Dia yang duduk di takhta, dan mendengar penyembahan sorga
berkumandang: "Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah, Yang Maha Kuasa, yang
sudah ada dan yang ada dan yang akan datang."
Have a
blessed day !
God bless you pak Yakub
ReplyDelete