Lukas 23:46 Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring: "Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku." Dan sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawa-Nya.
Dua hari lagi kita akan merayakan hari besar umat Kristiani yakni Peringatan Hari Kematian Yesus, Jumat Agung. Disebut Jumat Agung karena pada hari inilah Yesus mati disalibkan di Golgota demi menanggung dosa manusia dan dunia ini.
Kalimat “Yesus menyerahkan nyawa-Nya”. Ini merupakan
perkataan terakhir yang Tuhan Yesus ucapkan di atas kayu salib. Perkataan
terakhir Tuhan kita ini merupakan perkataan yang sangat luar biasa. Mengapa?
Karena satu alasan: tidak ada satu orangpun yang dapat mengatakan hal yang sama
di detik terakhir dalam hidupnya. Mengapa? Karena manusia tidak dapat
menyerahkan nyawanya kepada Allah. Manusia memang memiliki nyawa namun manusia
sama sekali tidak berkuasa atasnya. Manusia menerima nafas kehidupan dari Allah
dan pada suatu saat yang pasti di dalam hidupnya, Allah akan mengambil nyawa
tersebut dari mereka. Ya, menjelang kematiannya, manusia tidak memiliki
kemampuan sedikitpun untuk melepaskan nyawanya dari tubuhnya dan kemudian
menyerahkannya kepada Allah. Lalu, apa yang sebenarnya terjadi ketika manusia
mati? Apa yang terjadi adalah manusia menanti dengan pasif sampai Allah
mengambil nyawanya dan dengan demikian mengakhiri hidupnya di dunia ini.
Tidak
demikian dengan Sang Juruselamat Dunia. Di momen terakhir sebelum Ia mati di
Bukit Golgota, Ia mengumpulkan seluruh kekuatan yang masih tersisa pada tubuh
manusiawi-Nya yang hancur, kemudian dengan suara nyaring Ia berseru kepada
Bapa, “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku” dan setelah itu Ia
mati.
Apa yang perlu kita sadari dari peristiwa ini?
Yesus tidak mati karena maut mengakhiri hidup-Nya. Ia tidak menanti maut
menjemput-Nya. Ia tidak menunggu dengan tak berdaya hingga kematian mengakhiri
nafas-Nya. Yesus mati hanya karena satu alasan: Ia memiliki kuasa penuh atas
nyawa-Nya dan dengan sukarela Ia menyerahkan nyawa-Nya kepada Allah Bapa
Apa yang
hendak kita pelajari dari kematian Yesus yang kita akan kita peringati dua hari
lagi?
Pertama,
kematian Yesus merupakan tindakan aktif. Kata-kata Yesus berbeda dengan
kata-kata Stefanus: “Tuhan Yesus, terimalah rohku” (Kis. 7:59). Keunikan dari
tindakan Tuhan kita bisa terlihat dengan membandingkan kata-kata-Nya di kayu
salib dengan kata-kata dari Stefanus yang sedang sekarat. Pada waktu martir
Kristen pertama itu sampai di tepi sungai, ia berseru: “Tuhan Yesus, terimalah
rohku” (Kis. 7:59). Tetapi kontras dengan ini Kristus berkata: “Bapa, ke dalam
tangan-Mu Kuserahkan rohKu”. Roh Stefanus diambil dari dia. Tidak demikian
dengan sang Juruselamat. Tidak seorangpun bisa mengambil nyawa-Nya dari Dia. Ia
“menyerahkan” roh-Nya kepada Bapa.
Kedua, Yesus
mati karena kehendak-Nya sendiri (bnd. Yoh. 10:17-18). - “(17) Bapa mengasihi
Aku, oleh karena Aku memberikan nyawaKu untuk menerimanya kembali. (18) Tidak
seorangpun mengambilnya dari padaKu, melainkan Aku memberikannya menurut
kehendakKu sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya
kembali. Inilah tugas yang Kuterima dari BapaKu.’”. Yesus menyerahkan nyawa-Nya
karena Ia menghendakinya, pada saat Ia menghendakinya, dan sebagaimana Ia
menghendakinya.
Kematian
Kristus merupakan sesuatu yang bersifat supra natural. Dengan ini kami
memaksudkan bahwa kematian-Nya itu berbeda dengan setiap kematian yang lain.
Dalam segala hal Ia mempunyai keunggulan. Kelahiran-Nya berbeda dengan semua
kelahiran yang lain. Kehidupan-Nya berbeda dengan semua kehidupan yang lain.
Dan kematian-Nya berbeda dengan semua kematian yang lain. Ini dengan jelas
ditunjukkan dalam ucapan-Nya sendiri tentang hal ini.
Ketiga,
Yesus mengucapkan kata-kata itu dengan suara nyaring. “Lalu Yesus berseru
dengan suara nyaring: “Ya Bapa, ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu.” Dan
sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawaNya. Yesus tidak mati karena
pelan-pelan kehabisan tenaga, tetapi dengan teriakan yang nyaring. Mengapa
Yesus mengucapkan teriakan yang dahsyat itu “dengan suara yang nyaring?”
Bukankah ini menunjukkan bahwa kekuatan-Nya belum meninggalkan-Nya? bahwa Ia
masih tetap merupakan tuan dari diri-Nya sendiri, dan bukannya dikalahkan oleh
kematian, tetapi Ia hanya menyerahkan diri-Nya sendiri kepada kematian itu?
Kematian
Yesus telah menghilangkan pembatas antara Allah dan manusia. Kematian Yesus
telah menjadi pembebas bagi manusia. Kematian Yesus telah menjadi jalan
pembebasan manusia dari kutuk dosa. Kematian Yesus telah menjadi jalan dan
jembatan bagi manusia untuk datang kepada Allah. Kematian Yesus bukanlah
kematian yang sia-sia! Tapi dengan kematian Yesus, dimulailah babakan baru
dalam sejarah penyelamatan manusia yang ditandai dengan bangkitnya Dia pada
hari yang ketiga. Kematian Yesus bukanlah kematian yang biasa, tapi menjadi
kematian yang luar biasa untuk menuju penyempurnaan penebusan dosa manusia,
ketika Dia menjadi manusia pertama yang bangkit dari mati. Dengan demikian,
kita dapat melihat bahwa kematian Yesus telah membawa berkat yang luar biasa
kepada manusia. Kematian-Nya bukanlah membawa luka, tapi justru mendatangkan
kelegaan. Kematian Yesus menjadi awal bagi kehidupan baru dan bukanlah akhir
bagi semuanya, karena dengan kematian-Nya Yesus menuju kemenangan-Nya
mengalahkan maut sebagai penggenapan dari tugas dan tanggungjawab-Nya.
Kematian-Nya memiliki tujuan yang berarti dan telah meninggalkan teladan bagi
setiap kita yang percaya kepada-Nya.
Have a
blessed day !
God bless you pak Yakub
ReplyDelete