WAHYU 4:8-10
8 Dan
keempat makhluk itu masing-masing bersayap enam, sekelilingnya dan di sebelah
dalamnya penuh dengan mata, dan dengan tidak berhenti-hentinya mereka berseru
siang dan malam: "Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah, Yang Mahakuasa, yang
sudah ada dan yang ada dan yang akan datang. 9 Dan setiap kali makhluk-makhluk
itu mempersembahkan puji-pujian, dan hormat dan ucapan syukur kepada Dia, yang
duduk di atas takhta itu dan yang hidup sampai selama-lamanya, 10 maka tersungkurlah
kedua puluh empat tua-tua itu di hadapan Dia yang duduk di atas takhta itu, dan
mereka menyembah Dia yang hidup sampai selama-lamanya. Dan mereka melemparkan
mahkotanya di hadapan takhta itu,
Seseorang pernah
bercerita, dia berkunjung ke daerah Raja Ampat, Papua dan takjub dengan
pemandangan yang sangat indah. Sepanjang jalan di tempat itu, tidak
henti-hentinya berdecak-decak kagum akan
keindahan alam tersebut serta memuji kebesaran sang Pencipta.
RAJA AMPAT - SORONG, PAPUA
Para mahluk
surgawi ini berada di dalam hadirat Allah yang ribuan kali jauhh lebih indah dari Raja
Ampat. Kekaguman, takjub, memenuhi perasaan mereka. Itu sebabnya mereka menyembah
Tuhan tiada hentinya. Sulit diungkapkan dengan kata-kata, selain kalimat :
kudus, kudus, kuduslah Tuhan…
Setiap kali
Yohanes melihat keempat makhluk itu memuji Allah yang hidup dan kekal, kedua
puluh empat tua-tua bergabung dalam pujian itu dengan segenap hati mereka.
Mereka menunjukkan pujian mereka dengan gerakan tubuh mereka. Mereka tidak
tetap duduk ketika menaikkan doa tetapi mereka bersujud. Mereka tersungkur dan
menyembah Dia yang hidup dari kekal sampai kekal.
Pujian dan
penyembahan adalah hal yang istimewa yang dapat kita lakukan selama kita hidup
di dunia dan akan dilanjutkan sampai kepada kekekalan. Adanya Covid 19 ini
seolah-olah membungkam anak-anak Tuhan untuk memuji dan menyembah dengan bebas
di gereja, apalagi gereja ditutup, serta dibatasi. Tetapi itu juga membuka
kesempatan baru, di tempat-tempat kediaman anak-anak Tuhan, ada terdengar
pujian dan penyembahan, meski dilakukan dengan senyap.
Para tua-tua
di depan tahta itu menekankan penyembahan mereka dengan melemparkan mahkota
emas mereka ke depan kaki Dia yang duduk di atas tahta dan dengan itu mengakui
bahwa segala keberhasilan, kesetiaan, iman, kasih, pengharapan, kemartiran dan
penyerahan diri mereka bukanlah berasal dari diri mereka sendiri, tetapi
semata-mata kasih karunia dari Yang Mahatinggi. Mereka mengosongkan diri dari
segala kehormatan mereka sendiri dn tidak memperhitungkan semua hak mereka
sebagai sesuatu yang harus dikejar. Mereka tidak menuntut apapun dari
kemuliaan, kemampuan dan buah-buah pribadi mereka sendiri dan bahkan
menyerahkan semua itu kepada Tritunggal yang Kudus.
Saat kita
berada di hadapan Tahta Tuhan, tidak ada satupun kebanggaan, prestasi, kekayaan
yang patut ditonjolkan. Para tua-tua melemparkan mahkota emas mereka, segala
kebanggan, prestasi, kuasa, kedudukan mereka, diletakan di bawah tahta Allah.
ini mendapatkan pengertian bahwa setiap orang tidak ada bedanya di hadapan
Allah. Kaya, miskin, berpangkat, atau tidak berpangkat, Sultan atau hamba,
semuanya sama di hadapan Tuhan.
Have a
blessed day !
Terimakasih PS Yakup,TYM
ReplyDeleteGod bless you pak Yakub
ReplyDeleteTerimakasih Ps Yakub 🙏🙏
ReplyDeleteTerima kasih kho yakub😇
ReplyDelete